Husnudlan
Kepada Allah
Aminullah
Yasin
Dalam kitabnya yang berjudul “Ad-Daa’wa
Ad-Dawaa” (Penyakit dan obat), Al-‘Allamah Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwa
diantara sebab penghalang seseorang berbuat ketaatan adalah pemahaman terhadap
konsep “husnudlan kepada Allah’ yang salah. Antara lain, banyak anggapan yang
muncul bahwa husnudlon kepada Allah adalah meyakini seyakin-yakinnya sifat
pemaaf Allah. Akibatnya seseorang tidak perlu takut untuk bermaksiat, toh Allah
Maha Memaafkan.
Lebih lanjut, murid senior Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah ini menuturkan beberapa pengaamannya berjumpa dengan beberapa
orang yang dianggap berilmu oleh masyarakatnya. Namun secara mengejutkan orang
tersebut justru mengatakan hal yang mengherankan. Beliau bertutur “suatu hari
aku bertemu seorang yang menisbatkan dirinya kepada ilmu fiqih, dan dia
berkata: ‘tidak mengapa aku berbuat maksiat, karena setelah itu aku selalu
mengucapkan subhanallahu wa bihamdihi
seratus kali, yang dengan itu Allah mengampuni seluruh dosa dan kesalahanku!’”.
Sebagaimana sabda Nabi :
“barang
siapa dalam hatinya mengucapkan subhanallahu wa bihamdihi seratus kali, niscaya
akan diampuni seluruh kesalahannya meskipun sebanyak buih lautan”
[HR.Bukhori]. [Lihat Ad-Daa’wa Ad-Dawaa’, hal. 20, Cet. Dar Ibnul Jauzi, Kairo]
Pemahaman seperti itu adalah sebuah pemahaman
yang sesat atas nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan pada zaman ini begitu
mudahnya kita menjumpai orang dengan pemahaman seperti itu. Ada yang
mengatakan, “tidak apa-apa saya buat maksiat, yang penting saya tidak berbuat
syirik, bukankah Nabi menyatakan bahawa orang yang mati dalam keadaan tidak
berbuat syirik akan masuk surga?”
Ada juga yang mengatakan, “tidak masalah saya
berbuat maksiat, yang penting saya tidak berbuat bid’ah, kalau maksiat kan kita
masih sangat mungkin bertaubat. Sementara bid’ah masih sangat sulit untuk
bertaubat!” Ada juga yang mengatakan , “tidak apa-apa kita berbuat maksiat,
asalkan sembunyi-sembunyi dan tidak kita umbar!”
Beberapa hari yang lalu, penulis menonton
sebuah video dokumenter tentang praktik prostitusi di suatu wilayah di Jawa
Tengah yang dibungkus dengan atas nama Agama, salah seorang mucikari tersebut
mengatakan’ “Saya islam, tapi ya tidak masalah saya berbuat seperti ini.
Bukankah Allah sendiri memberi kita kesempatan untuk berbuat salah dan dosa,
nanti kemudian kita bertaubat?” sungguh AJAIB!!
Dan lebih ajaib dari itu, ada juga yang
berkeyakinan, “Barang siapa tidak mau berbuat maksiat, maka dia telah meragukan
sifat pemaaf Allah!!” keyakinan-keyakinan seperti itu adalah sebuah keyakinan
yang ajaib. Apakah benar bahwa tujuan hidup kita di dunia ini adalah untuk
berbuat maksiat?! Lantas apa gunanya Allah mengutus Nabi dan menurunkan
Kitab-Kitab-Nya?!
Konsep
“Husnudlon Kepada Allah yang benar. Al-Imam
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, “seorang mukmin selalu berhusnudlan kepada
tuhannya, maka dia-pun senantiasa memperbaiki amalannya, sedangkan orang fajir
(pendosa), selalu ber-su’udlon kepada Tuhannya, maka dia-pun selalu berbuat
amalan buruk!” (Hilyatul Auliya’2/144)
Begitulah seharusnya! Jika memang benar kita
berbaik sangka kepada Allah dan meyakini bahwa Allah maha pemaaf dan pengampun,
niscaya kita akan bangkit menjemput ampunan dan maaf-Nya, bukan justru menjauh
dari-Nya! Perhatikan firman Allah ta’ala
berikut:
“sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan
Allah, merekalah orang-orang yang mengharap rahmat Allah, sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (Al-Baqarah [2]:218).
Allah juga berfirman yang atinya :”sesungguhnya Tuhanmu kepada orang-orang yang
berhijrah setelah mereka diuji lantas
mereka berjihad dan bersabar, maka sungguh Tuhanmu setelah itu semua Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang,”(An-Nahl:110)
Dua ayat diatas memberikan satu gambaran konsep
“husnudlan kepada allah” yang benar!
yaitu allah hanya menganggap husnudlan orang-orang yang beramal
dan berusaha meraih ampunan-Nya!
Sedangkan orang-orang yang berpangku tangan
dan justru membangkang dari perintah-Nya, sejatinya mereka bukan orang yang
sedang berhusnudlan kepada Allah. Namun mereka adalah orang-orang yang “ghurur”
(dikalahkan oleh tipu daya setan). Wallahu a’lam.
Sumber : Suara Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar